Day 3, ODOP ISB
Ada pepatah bijak, buku adalah jendela dunia. Beragam informasi tentang apa saja, bisa kita dapatkan dengan membaca buku. Tidak hanya informasi dari sekitar kita, tapi juga berasal dari belahan dunia manapun.
Lewat lembaran demi lembaran terkait ilmu dan pengetahuan juga bisa kita serap. Kapanpun bisa membaca buku tergantung dari kesempatan dan waktu. Bisa di rumah, perpustakaan, kampus atau di toko buku. Berbagai info antara lain tentang politik, sosial, budaya, wisata, kuliner dan lainnya bisa kita lahap.
Wisata Buku di Malang (dok.pri)
Tapi belakangan ini menurut saya, sudah banyak orang beralih dari aktivitas membaca buku secara fisik. Mereka lebih care terutama kaum milenial dengan membaca e-book. Tampaknya pergeseran ini juga efek dari berkembangnya dunia digital dewasa ini. Sehingga menyebabkan semua informasi tak lagi dituangkan dalam bentuk buku fisik. Meski tak dipungkiri, sampai sekarang masih banyak penerbit yang mencetak berbagai macam buku.
Wisata Buku di Jalan Wilis Malang
Toko Buku beberapa tahun lalu di Malang masih ramai dikunjungi. Bahkan Pemkot Malang membuka suatu kawasan menjadi wisata buku di Jalan Wilis Malang. Namun kini tak seramai dulu. Menurut salah seorang owner, toko buku atau kios buku miliknya kalau hari-hari biasa, transaksi penjualan relatif, kadang ramai kadang sebaliknya. Yang ramai sekali hanya saat pergantian ajaran baru.
Menempati toko buku no 25, Pak Andri yang sudah lama menekuni jual beli buku ini tampaknya optimis dengan bisnisnya. Walaupun banyak diantara rekan-rekan seprofesinya menyambi jual buku secara online, dia tetap bertahan secara konvensional.
Salah satu toko buku di Jalan Wilis (dok.pri)
Buku yang dijual Pak Andri bermacam ragam. Ada buku baru, buku lama atau seken bahkan buku-buku pelajaran untuk usia PAUD hingga perguruan tinggi. Dari novel pengarang Indonesia hingga pengarang mancanegara. Komplit. Tentang omset, menurutnya, kalau lagi rame bisa jutaan. “Sekarang susah gak seramai dulu,” kilahnya.
Toko Buku Wilis, Surga Buku
Menyusuri deretan toko buku ini, seperti kita berjalan di perpustakaan panjang. Terlihat susunan buku yang tertata rapi. Beberapa pengunjung datang ke lokasi wisata buku ini ada yang sekedar jalan-jalan sambil membuka-buka buku. Meski hanya melihat tanpa membeli, penjual tetap bersikap ramah.
Berderet toko buku yang tampak sepi (dok.pri)
Wisata buku yang berlokasi di jalan Wilis ini adalah pindahan dari Jl Majapahit. Dulu kira-kira 20 tahun lalu penjual buku direlokasi ke tempat baru agar lebih rapi dan tertib. Menempati 68 unit toko berukuran antara 2×3 para penjual buku ini merasa lebih nyaman.
Tentang harga, relatif bisa tawar menawar. Itu tergantung apakah buku baru atau buku lama. Kalau buku pelajaran harga standar tapi lebih terjangkau daripada di toko buku diluaran. Pendek kata, mengunjungi wisata buku ini selain bisa memenuhi keinginan mendapatkan buku, juga bisa jadi ajang pelampiasan melihat-lihat buku secara gratis. Ibaratnya, lihat buku 10 beli hanya 2 buah buku. Bisa seperti surga buku ya, semua tersedia. Hehe…
Menumbuhkan Minat Baca
Seperti yang sudah saya tulis diawal, wisata buku (toko buku) di jalan Wilis, pengunjungnya tidak sebanyak dulu. Penyebabnya, entah karena daya beli menurun atau karena membaca buku via e-book. Atau bisa juga daya tarik untuk membaca mengalami penurun pada generasi milenial. Prihatin pastinya.
Pengunjung toko buku yang bisa dihitung dengan jari (dok.pri)
Untuk mengatasi hal tersebut bisa dengan mensosialisasikan aktivitas membaca pada usia sekolah, terutama kaum milenial. Termasuk kegiatan literasi yang melibatkan pelajar dan mahasiswa. Kemudian mengkampayekan secara terus menerus untuk gemar membaca buku perlu digaungkan.
Dengan gerakan cinta membaca, bukan tidak mungkin bisa meramaikan dunia membaca buku. Dan pada akhirnya menjadi pemantik untuk lebih banyak memotivasi penulis muda untuk menerbitkan buku yang berkualitas. Dengan demikian dunia litetasi yang erat dengan buku bisa membuat toko buku jadi ramai kembali. Insha Allah…Aamiin…