Catatan Cerita Nanjak di Gunung Kembang – Wonosobo (Part 1)

Minggu kedua Bulan Oktober 2020, tepatnya tanggal 11, aku dan sahabat Rainbow Moms nanjak ke Gunung Kembang di Wonosobo. Seneng pasti dong. Tapi banyak cerita yang menyertai perjalanan kami.

Nih aku rangkum yaa… Ceritaku dimulai saat tiba di Wonosobo, di basecamp hingga sampai di Sabana. Ikuti ya 10 bagian yang kutulis dalam 2 tulisan.

Selamat menyimak teman-teman…

Pagiku Disambut Arem-arem (1)

Kemarin (09/10) aku menghabiskan waktu di atas bus hingga hampir 12 jam. Buatku itu lumayan menyiksa. Tapi setelah sampai di terminal Mendolo di Wonosobo, aku riang banget.

Apa pasal? Bukan karena mau ketemu sahabat Rainbow Moms saja, tapi juga karena nemu makanan kesukaanku jaman kecil yakni arem-arem plus tahu sumpel (tahu isi).

Jadi ingat masa lalu saat tinggal di sebuah kota di Jawa Tengah. Dulu banget sering makan arem-arem. Itu lho kayak lontong tapi dalamnya ada lauknya sambel goreng tempe basah.

Arem-arem plus tahu sumpel pedas langsung deh jadi sarapan pagiku. Sambil menyeruput teh panas, cucok banget menemani pagiku di daerah yang lumayan dingin…

Oemah Alam-pun Menyambutku (2)

Meski aku menikmati teh panas yang bikin tubuhku hangat, pikiranku tak lepas dari sosok bungsu putri mb Sri Sayuni. Namanya Dia, mahasiswi Undip yang sejak semalam sudah tiba lebih dulu di meeting point.

Ku-WA lah gadis bongsor itu. Ternyata Dia sudah ada di rumah singgah, Oemah Alam. Akupun segera menyusulnya. Lokasi rumah singgah pendaki ini masih di area terminal Mendolo.

Usai bebersih di toilet aku cuz melangkah kurang lebih 200 meter. Ketemulah dengan Dia yang luar biasa pemberani. Mahasiswi Kelautan ini tiba di Wonosobo sejak tengah malam. Demi ikut bersama bundanya dan RM, dia berangkat dari Semarang ke Wonosobo.

Oemah Alam ini jadi pilihan untuk rehat sejenak bagi banyak pendaki yang ingin ke Gunung Sumbing, Prau atau Sindoro. Tempatnya lumayan nyaman dengan taman outdoor untuk tempat ngumpul.

Menurut salah seorang pengurusnya, Oemah Alam ini memang diperuntukkan bagi mereka yang mau nanjak ke gunung yang ada di Wonosobo. No fee, jd free…

Oemah Alam ini menempati beberapa bagian gedung milik Dinas Pariwisata Kabupaten setempat.

Rejeki Bareng RM (3)

Aku sempat galau saat berangkat dari Malang. Bukan karena berangkat sendiri tapi karena waktunya yang meped. Kata RM1 mb Titi S Soeparno, rombongan Jakarta bakal tiba sekitar pukul 05.00 (10/10). Kalau bus yang kutumpangi masuk ke Wonosobo telat, bisa ditinggal aku. So sendiri ke basecamp Blembem naik ojek sekitar Rp 25.000….😊😊😊

Hehe… tapi apa yang terjadi? Aku tiba lebih awal dari rombongan Jakarta. Gak jadi ditinggal dong, hehe… Malah jadinya aku yang menunggu sekitar 3 jam. Karena rombongan RM baru masuk ke parkiran rumah singgah sekitar pukul 09.00.

Jadi diambil positifnya, memang rejekiku berangkat ke Basecamp Gunung Kembang bersama RM. Lepas sahabat RM bebersih di Oemah Alam, siap-siap deh menuju basecamp.

Perjalanan menuju basecamp Mt Kembang ditempuh kurang lebih 30 menit. Itu sih awal info yang kuterima. Namun karena satu dan lain hal jadi sampai di lokasi sekitar pukul 12.00.

Wah…menghirup udara segar pegunungan ternyata bisa melonggarkan kerinduan. Rindu tentang alam, rindu suasananya dan rindu semilir anginnya.

Kalian rindu juga hawa gunung?

Sekilas Mt Kembang (4)

Teman-teman mungkin masih bertanya-tanya atau bahkan penasaran ya sama Gunung Kembang? Yup memang namanya belum seviral gunung-gunung disebelahnya. Seperti Gunung Prau, Sumbing atau Sindoro. Banyak yang belum familiar dgn namanya bahkan asing juga dipendengaranku.

Ya sih…aku juga awalnya belum pernah tahu dan dengar tentang gunung yang tingginya “hanya” 2320 mdpl. Sebenarnya dolan ke Mt Kembang ini hasil voting krn 2 gunung pilihan sahabat RM sebelumnya masih tutup karena pandemi.

Begitu fix kalau Mt Kembang bakal jadi tujuan, browsing-lah aku. Eh ternyata banyak kok artikel yang mengulas tentang gunung yang berjuluk gunung si cabe rawit, gunung dengan treking pedas, gunung ketinggian 2000an tp rasa 3000an dll…hehe…

Jadi rada ciut nyaliku. Sebab Juli lalu pas aku nanjak di Mt Penanggungan gagal muncak karena kaki kram. Padahal ketinggian 1600an tp wow juga medannya. Kemiringan di titik 60-80 derajat…tanpa bonus, jangan-jangan aku bakal gak bisa summit lagi?

Balik ke Gunung Kembang, katanya pelit karena tak berbonus. Haha…maksudnya minim tanah datar hanya sekedar untuk menghela nafas. Bertubi-tubi nanjaknya, gempurrrr teroosss. Untuk mencapai puncak harus melewati beberapa pos dan konon banyak celengnya!

Bismillah…bersama RM Insha Allah bisa menikmati kebersamaan. Rasa capek, lelah, pegal, sama rasa dalam balutan persahabatan. Keyakinan itu membuatku mantap untuk go to the climbing to Mt Kembang via Blembem…

Cerita selanjtnya bagaimana? Wait yaaa…

Buang Sampah Sembarangan, Denda Sejuta/item! (5)

Seperti umumnya kalau mau pendakian, mesti ada pemeriksaan. Entah itu surat sehat, persiapan logistik dll. Nah bedanya di basecamp Mt Kembang ini lebih detil dan terkesan ketat.

Misalnya tidak boleh membawa botol air kemasan. Sebagai gantinya boleh menggunakan tumbler atau jerigen. Tisu kering blh dibawa sedangkan tisu basah nooo…

Mba Fitri adalah salah seorang petugas yang memeriksa satu demi satu barang bawaan kami. Bongkar lagi dong keril atau ransel, hehe…Ditanya dan diperiksa mulai dari berapa biji Antangin (sebut merk, hihi), berapa bungkus camilan, ada head lamp berapa, jas hujan dll.

Dia mewanti-wanti pada kami agar sampahnya harus dibawa turun dan harus sesuai dengan jumlah saat awal mau naik. Kalau misal bawa permen 5 ya kudu setor bungkus permen 5. Weww…Semua demi kebersihan dan kelestarian alam. Karena 1 sampah plastik yang dibuang sembarangan akan terurai dan butuh waktu lama…

Kalau kedapatan membuang sampah sembarangan akan dikenakan denda. Gak tanggung-tanggung lho, bisa didenda Rp 1.025.000/item. Hihi…lumayan kan?

Oh ya di basecamp Mt Kembang yang berlokasi di desa Blembem, Kaliurip Wonosobo ini, juga menerapkan protokol kesehatan. Ada tempat cuci tangan sebelum masuk ke basecamp, juga ada pemeriksaan suhu tubuh.

So jadi meski musim pandemi, pendaki pun merasa aman asal tetap jalankan protokol kesehatan.

Siap nanjak? Yukkkk….

Masih Bisa Tersenyum Hingga Pos Kandang Celeng (6)

Saat semua persiapan beres, cuz berangkat deh kami ber-18 orang plus beberapa TL dan porter. Jadi nih kalau sahabat RM naik gunung, bawaan yang berat-berat dibawa sama mas-mas porter. Hanya daypack kecil yang kami bawa berisi camilan dan minuman.

Btw…planning naik ke Mt Kembang awal pukul 09.00 -10.00. Tetapi jadi molor hingga sekitar pukul 14.00 kami baru go…Untuk menghemat waktu dan tenaga, dari basecamp kami naik mobil bak terbuka yang sering disebut Mobil Tayo.

Berbayar Rp 20.000 per orang, kami diantar menuju pos Istana Katak. Tapi ya Allah…karena jalannya berbatu gede-gede jadi goncangan pun cukup lumayan. Rasanya seperti naik gerobak berbunyi gludug-gludug. Buat seusia kami, rasanya belum apa-apa tp tulang sudah berbenturan dengan besi pembatas bak mobil. Hihi…mayanlah….

Oya pas kami naik Mobil Tayo hujan pun menyapa. Tak lama kabut juga seperti janjian, turun membatasi jarak pandang. Huwaaa…Beruntung kami masih bisa melihat view kebun teh yang membentang hijau yang kami lewati.

Meski badan bersirobok dengan badan mobil, sedikit sakit sih…tapi kami masih bisa tertawa lepas. Yes tertawa lepas sebelum betul-betul berpeluh untuk menyusuri jalan gunung yang nanjak dan pastinya licin.

FYI…Dari basecamp menuju Pos Istana Katak naik Tayo, butuh waktu tempuh kurang lebih 30 menit. Dengan kondisi jalan berbatu, bila ditempuh dengan berjalan kaki bisa menghabiskan waktu antara 1-2 jam.

Tiba di Istana Katak di ketinggian 1584 mdpl. Entah kenapa dinamakan Istana Katak. Bisa jadi banyak katak ya di tekape. Hehe…Tapi saat kutelusuri tak satupun katak yang terlihat. Nih jadi PR buat browsing untuk cari info…

Di pos ini kami masih bisa mengabadikan suasana alam yang masih bersahabat. Lihat kebun teh bersemu kabut. Titik hujan masih menetes mengawal perjalanan yang akan dimulai.

Menjejak jalan berbatu yang makin menanjak hingga melewati celah antara tanaman teh. Sampai disini kami masih bisa tersenyum hingga Pos Kandang Celeng yang merupakan batas antara perkebunan teh dan wilayah hutan…

Selanjutnya…eng ing engggg…(Lanjut di part 2 ya…)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *