Catatan Cerita Nanjak di Gunung Kembang – Wonosobo (Part 3)

Sunrise Mt Kembang Penghibur Hati (9)

Menurutku yang butuh effort gede saat di jalur pendakian Gunung Kembang adalah sepanjang pos akar hingga sabana. Betapa sebuah langkah adalah sebuah tarikan tenaga yang kudu maksimal. Meski daypack hanya berisi kebutuhan pokok selama dalam perjalanan, tapi bisa terasa berat di punggung.

Dari cerita-cerita di WAG sepulang dari nanjak, bisa jadi bahan buat renungan. Saat malam semakin larut, saat tanjakan seperti gak mau kompromi–pertolongan entah dari mana membantu aku dan sahabat RM.

Seorang sahabat RM merasa daypack nya ada yang mengangkat sehingga lebih ringan dan mudah saat naik. Ketika sahabat RM ini menoleh ke belakang, ternyata teman seperjalanan masih jauh di bawah. Jadi siapa yang mendorong daypack-nya? Hmmm…

Ada juga yang sudah merangkak hampir tiba di tanah yang agar datar, tahu-tahu nylorot ke bawah lagi dengan raut wajah belepot lumpur. Saat setengah sadar, ada yang mengelap wajahnya dari lumpur. Duh mana ada dalam gelap dan gerimis, seseorang sempat ambil tisu buat nolongin orang yg ndlosor?

Ketika kesadaran blm pulih sepersekian detik, dia melihat temannya sudah diatas. Jadi siapa yang me-lap lumpur dari wajahnya? Pun saat berusaha naik lagi…malah terasa lebih ringan seperti ada yang membantu. Tapi apapun itu… yang penting kami selamat semua. Terima kasih ya Allah yang telah melindungi kami meski lewat makhluk lain ciptaan-Mu…

Lepas pukul 24.00 jelang dini hari, rombongan terakhir sudah memasuki sabana. Saat itu badai belum muncul sehingga kami bisa beristirahat di Sabana. Alhamdulillah…

Sabana adalah tempat yang direkomendasi untuk mendirikan tenda sebelum puncak Mt Kembang. Meski kemiringan hingga 40 derajat, lumayanlah buat selonjoran. Usai ganti baju yang terpikir hanyalah segera ingin baringkan tubuh. Rehat!

Entah karena saking lelahnya, aku baru sadar ketika pukul 03.30 tenda bergoyang tertiup angin kencang. Wuz wuz…ternyata badai yang lumayan kencang datang. Beruntung tenda kami berlokasi dibalik tanah agak tinggi, sehingga bisa jadi penghalang angin.

Syukur tak berkesudahan, meski hanya merem 3 jam tapi pulas banget. Sehingga tenaga bisa pulih kembali untuk bisa melanjutkan perjalanan ke puncak. Tapi ternyata…. hingga pagi menjelang, badai angin malah semakin menjadi-jadi. Bahkan tenda kami pasaknya terlepas. Dan kami memutuskan untuk turun tanpa summit! Duhhh….Padahal kurang 15 menitan lagi lho nyampe puncak! Hihi, belum rejeki yaa..

Keputusan untuk tidak summit terbayar dengan view sunrise keren. Terima kasih ya Allah..Hati yang tadinya agak senewen, berubah jadi seneng luar biasa, karena melihat peristiwa alam yang amazing.

Sunrise Gunung Kembang luar biasa keren…Rasa lelah dan kecewa tak bisa summit pun sementara terlupakan…

Yang Tersisa Hanya Rasa Penasaran (10)

Tinggal saknyuk-an lhooo…Tapi justeru saknyuk-an itu yang bahaya kalau diterjang. Jadi kami berusaha meredam rasa penasaran untuk tidak melihat puncak Mt Kembangan.

Konon di puncak ada sumber mata air yang disekitarnya kadang ada sesaji berupa kembang. Sesaji itu dari para pengunjung gunung yang mecari “sesuatu”. Itu kenapa gunung ini dinamakan Gunung Kembang.

Btw…pagi itu teman-teman pendaki lain yang malam sebelumnya menuju ke puncak, terlihat langsung turun. Mereka berkabar kalau badai lebih besar di puncak dan mematahkan frame-frame tenda. Ya berarti sudah benar keputusan kami untuk tdk summit.

Jelang pukul 07.00 (Minggu, 11/10) sebagian dari kami langsung turun karena di Sabana pun badai masih berlanjut. Sebagian lagi menyusul turun beberapa waktu kemudian.

Saat turun cuaca cerah. Jadi kami bisa melihat medan yang ekstrim yang semalam kami daki. Meski tak selicin semalam, tapi jalur turun tak bisa dianggap remeh. Tetap berhati-hati dengan pijakan yang kuat.

Akhirnya setelah kurleb 5 jam kami — khususnya aku, bisa tersenyum cerah saat tiba di balik gerbang Kandang Celeng. Bukan hutan rapat lagi yang kutemui, tapi hamparan sejauh mata memandang kebun teh nan menghijau.

Meski tertatih kutuju juga bangunan yang dipakai untuk menimbang daun teh, yang juga dinamakan Istana Katak. Di pos inilah kami menunggu Mobil Tayo menjemput kami. Sambil terkantuk-kantuk, sekelebat nyembul rasa penasaran akan puncak Mt Kembang membayang. Hehe…

Selamat tinggal Mt Kembang…

Next kami (mungkin) bakal balik lagi untuk membayar rasa penasaran akan puncakmu!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *