Berkunjung ke Situs Ngawonggo dan Tomboan. Beberapa waktu belakangan ini, bersliweran foto-foto jadul di akun media sosial-ku. Terlihat nuansanya tradisonal banget dan alami. Ini terlihat dari suasana alamnya yang masih asri juga printilan alat makan dan menu yang tak kekinian.
Ada wedhang rempah, jajanan ndeso jaman dulu serta menu makanan rakyat yang kini jarang ditemukan. Sebagai generasi tahun 70-an pastinya lihat foto seperti itu auto interesting banget dong.
So…jadilah berselancar mencari info. Ternyata yang menawarkan view serba jadul adalah Tomboan Ngawonggo yang ada di Dusun Nanasan, Ngawonggo-Tajinan Kabupaten Malang.
Tanpa menunggu waktu lagi, bersama sahabat Bolang Kompasiana, aku menuju ke daerah di timur Kota Malang. Yuk ikuti kisah perjalanan kami ke Situs Ngawonggo dan Tomboan ini…
Berkunjung ke Situs Ngawonggo
Menjawab rasa penasaran tentang situs di Ngawonggo, akhirnya aku bareng sahabat Bolang Kompasiana berkunjung ke lokasi tersebut Sabtu (13/2). Jaraknya gak begitu jauh kok dari pusat Kota Malang. Kurang lebih 10 km ditempuh sekitar 30 menitan dengan berkendara roda empat.
Adalah Situs Patirtaan Ngawonggo namanya. Warga setempat secara turun temurun menyebutnya sebagai “reco” yang berada di tengah sawah dan ladang penduduk setempat. Mereka mengenalnya sebagai tempat pengairan di sawah mereka.
Barulah pada bulan April tahun 2017, setelah ada pemuda desa Ngawonggo mengekspos keberadaan reco itu ke media sosial — Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim datang untuk mengeskavasinya.

Menurut Rohmat Yasin, kini dirinya yang merawat situs secara sukarela bersama warga setempat. Yasin mengatakan berdasarkan penelitian pihak terkait, situs Patirtaan Ngawonggo dibangun pada jaman kekuasaan Kerajaan Medang. Waktu itu yang memimpin adalah Mpu Sindok sekitar abad ke-10

Situs Patirtaan Ngawonggo ini dulunya menjadi tempat kadewaguruan yakni tempat untuk menimba ilmu dan disucikan. Ada 6 titik pemandian suci dengan arca yang sudah tak utuh lagi. Lokasi masing-masing patirtaan itu saling berdekatan

Di bagian situs patirtaan terdapat relief yang tampak berlumut dan juga arca yang tak utuh lagi. Seperti disekitar pemandian 1 ada patung Ganesha tanpa kepala dan lingga yoni

Bahkan menurut warga setempat, di area situs itu ditemukan 9 buah lumpang (alat penumbuk padi) yang konon merupakan peninggalan jaman dulu. Satu buah lumpang diantaranya ada yang berukuran besar dan memiliki keanehan. Yakni bila disentuh seseorang, maka orang tersebut akan merasakan gatal-gatal.
Lumpang-lumpang itu kini diamankan warga setempat agar tidak hilang seperti yang lainnya. Sebab menurut warga yang tak mau disebut namanya, dulu di situs itu terdapat patung Dewi Sri yang kini raib entah kemana.
Oh iya…untuk menuju situs partirtaan ini, kami harus melewati jembatan sungai Manten. Terdapat jembatan bambu dan harus menyusuri jalan setapak di tepi sungai. Alamnya hijau banget pertanda tanah disekitarnya subur dan asri serta berhawa sejuk

Hingga kini, menurut Yasin, Situs Patirtaan Ngawonggo belum resmi menjadi bangunan cagar budaya. Kata Yasin sejak tahun 2019 sudah diajukan, semoga segera resmi jadi tempat sejarah cagar budaya yang patut dijaga dan dilindungi negara

Kulineran Ndeso di Tomboan Ngawonggo
Nah apa kaitannya Situs Ngawonggo dengan Tomboan Ngawonggo? Dari hasil cangkrukan dan ngobrol-ngobrol dengan Yasin, kami jadi tahu deh. Kata Yasin, efek di-upload-nya situs Ngawonggo ke media sosial, banyak pihak yang datang ke desa Ngawonggo.
Siapa saja yang “menengok” desanya? Antara lain dari BPCB Jatim, Dinas Pariwisata, sejarawan, mahasiswa dan pengunjung lainnya. Sebagai tuan rumah, Yasin dan warga setempat menyambut dengan suguhan ala-ala ndeso. Karena tamunya terus berdatangan akhirnya tercetus untuk membuat Tomboan Ngawonggo

Di lokasi yang banyak dikunjungi wisatawan ini, menawarkan suasana yang adem dan alami banget. Di bawah rerimbunan bambu para pengunjung bisa menikmati hidangan ala-ala ndeso. Ada wedang Ngawonggo, aneka jajan pasar dan juga sajian menu tradisonal urapan dan sebangsanya

Yang menarik di Tomboan Ngawonggo yang berkonsep suguhan (sajian) untuk pengunjung ini tanpa dibandrol harga. Jadi? Berapapun menu makanan yang kita nikmati, kita bayar akad SEIKHLASNYA. Tanpa ada tagihan atau pertanyaaan, berapa harga semuanya

Rohmat Yasin pengelola Tomboan Ngawonggo mengatakan, semua yang disajikan olehnya dan tim adalah bentuk suguhan. Sehingga tidak ada harga yang dipatok. Berapapun yang dibayar oleh pengunjung adalah rejeki yang diterima dari Gusti Allah.
Saling ASAH, ASIH dan ASUH adalah hal ditumbuhkan dan diterapkan Yasin. Sehingga Tomboan Ngawonggo yang usianya hampir setahun ini, eksistensinya tetap bertahan meski ada gempuran pandemi. Dengan memberdayakan warga semua bisa berjalan hingga kini.
Pokoknya nggak rugi deh kami melipir ke sini. Menyela waktu dalam rutinitas keseharian dengan mendengar gemerisik dedaunan bambu menambah damai hati ini. Apalagi ada cemilan apem contong yang dibungkus daun nangka, sawut, orog-orog, ketan bubuk dll plus wedhangan Ngawonggo — klop dehhh! Nikmat Allah luar biasa.

Harapan Warga Sekitar Situs Ngawonggo
Dengan adanya situs Ngawonggo dan Tomboan Ngawonggo, banyak harapan yang ingin diwujudkan oleh seorang Yasin dan teman-temannya. Yang pertama yakni ingin agar Situs Ngawonggo segera ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya. Kenapa? Menurutnya,agar situs terjaga dan bisa dilestarikan keberadaannya sebagai bukti sejarah.
Yang kedua Yasin ingin menjadikan Tomboan Ngawonggo sebagai tempat edukasi masyarakat tentang berbagai hal. Antara lain edukasi tentang kuliner tradisonal agar dikenal generasi muda juga edukasi lingkungan alam yang patut dijaga.
Kini warga Ngawonggo tengah berbenah, memoles desanya agar siap saat banyak pengunjung datang menyerbu. Semoga Situs Ngawonggo dan Tomboan Ngawonggo bisa menjadi harapan warga setempat ya..
lihatnya aja udh adem banget nih ijo ijo dan grujugan air, itu yang petirtaan apakah sampe sekarang masih bisa difungsikan sebagai pengairan sawah dan pemandian mba?
Btw, apakah Mas Yasin tinggal seorang diri di kawasan situs Ngawonggo mba? ga ada penduduk lainnya?
Asyik juga ya ngeliatin furniture serba jadul, mengingatkan pada zaman kakek dan nenek dulu. Sayangnya barang-barang peninggalan jadul nggak dijaga sampai sekarang. Beruntung banget di Malang ada tempat yang bisa ngeliat view serba jadul di Tomboan Ngawonggo.
LIat piring dan gelas dari seng, inget dulu waktu kecil sekitar tahun 1980-an… Nice info Mba…
wah senang ya mbak, klo bisa jalan jalan ke situs bersejarah seperti ini
suasanya asri dan bisa mengenang masa lalu lewat kudapan jadul ya mbak
kayaknya emang cocok banget ni wisatanya ditambahkan dengan jajanan cenilnya sm makanan yg tradisional banget. bikin ngiler bangett
Aku kurang lebih 2 tahun tinggal di malang tapi belum pernah main ke sini.. hehe.. Masih asri dan menjaga budaya asli banget ya mba.
Terharu.
Ternyata berbagai menu yang disuguhkan malah nggak ada patokan harga. Semua diberikan secara sukarela sebab dianggap sebagai bentuk suguhan.
Tempatnya nampak asri sekali. Semoga cita-cita Pak Yasin agar lokasi Ngawonggo ini lekas dijadikan situs bersejarah, lekas terlaksana. Agar banyak orang yang kelak datang untuk melihat dan mempelajari sejarah situs pemandiannya.
Terbayang, mungkin di jaman dulu, lokasi ini cantik sekali.
Akutu suka mengunjungi tempat-tempat yang bersejarah begini. Aku suka membayangkan, bagaimana tempat itu dulunya. Lalu, pikiranku akan mengembara pada waktu itu, tentu berbekal dari film kolosal yang pernah kutonton.
Dan empu sindok ini kan cukup sering kudengar di pelajaran sejarah.
sayang sekali nih belum disahkan juga sama pemerintah yaa. Berarti perawatannya masih dilakukan oleh masyarakat secara sukarela ya mbak? semoga tetap lestari ya. keliatan itu tempatnya masih asri, meski sudah ada yang mencuri patung dewi sri, ih kesel juga..
Sudah seharusnya warga membenahi daerah sekitar Situs Ngawonggoengan. Karena semakin baiknya fasilitas yang ada di situs dan daerah sekitarnya pasti makin banyak yang ingin berkunjung kesana. otomatis ini bisa menaikan pendapatan warga desa setempat.
Ya ampun mbaa saya jadi kangen cenil dan lupis lohh gara2 lihat gambarnya di sinii hehehe. Pengin deh ikutan berkunjung kesana..
yang wisata seperti ini saya sangat suka apalagi ke Jawa hehe budayanya sangat kental banget, pengen berkunjung ke situs ngawonggo dan tomboan
Sayang sekali ya kak Situs Ngawonggo belum resmi jadi cagar budaya, padahal berpotensi loh.. Saya doakan agar situs ngawonggo segera diresmikan menjadi situs cagar budaya.
wah saya suka berkunjung ke situs-situs seperti ini, peninggalan yang unik dan banyak cerita dibalik keberadaannya. sekalian bsia traveling dna nambah wawasan juga
Di kampung aku juga dulu banyak arca peninggalan kerajaan tapi raib sama maling. Salut banget deh ini sama penduduk desa yang mau melestarikan cagar budaya. Bahkan sampai menyediakan suguhan tanpa di bandrol harga. Jadi kangen aku sama makanan tradisional.
Aku selalu suka sejarah. Makanya baca ini berasa pingin langsung ke sana ikutan ke situs nya. Menarik banget ya konsep suguhannya. Sungguh menjamu para tamu dengan semaksimal mungkin
Melihat foto2 disini aku jadi inget darah tempat ku dibesarkan aka Jayapura. mirip banget apalagi di tanami tanaman puring seperti di atas… 🙂
Habis pandemi pengen kesini ah… Adem banget suasananya ya mbak.wah keren banget nih ditambah kulinernya ini cucok banget deh
Semoga pandemi cepat berlalu ya, biar makin banyak yang berkunjung ke situs ini. Kuliner judulnya sungguh menggugah selera