Cerita Dari Kandang Celeng Hingga Liliput (7)
Gerbang pos Kandang Celeng sore itu pukul 16.00 WIB. Ditemani hujan turun, jadi suasana tampak redup berkabut. Padahal sungguh, dari gerbang ini harusnya pandangan lepas sangat apik. Jejeran tanaman teh rapi menghijau walau dataran bergelombang tak rata.
Oya nama posnya agak serem ya, Kandang Celeng. Menurut cerita yang kudengar sih karena disekitar pos ini masih banyak berkeliaran Celeng. Tapi Alhamdulillah aku dan teman-teman tak bertemu dengan binatang itu.
Nah pos ini merupakan batas vegetasi perkebunan teh dan wilayah hutan. Lepas gerbang ada jalan yang terlihat berundag-undag dibatasi kayu. Tapi hanya beberapa meter saja, selebihnya jalan tanah nanjak dan basah.Hujan rintik masih mengiringi. Auto jalan licin dan hawa semakin dingin.
Melewati hutan yang masih alami dan rapat, tentu membuat hati agak gimana ya. Apalagi sebelum nanjak ke Mt Kembang ini aku sdh baca-baca profil gunung yang kayak cabe rawit ini. Tentang keangkerannya dll..Tapi sudahlah, kan sudah diniati. So…must be go on ajah…
Hanya doa dan istighfar yang tak putus semoga semua lancar dan selamat. Btw dari Kandang Celeng ke pos berikutnya ditempuh dalam waktu 30 menit yakni Pos 1 Liliput. Alhamdulillah masih lancar langkahku walau nafas seperti diburu. Lumayan engap, hihi…
Eh temen, kalau ingat kata liliput, jadi ingat manusia mungil dengan postur tubuh pendek kan? Nah di pos Liliput ini, konon pernah ada yang melihat manusia kerdil. Entah manusia beneran atau penampakan? Hiii…
Tapi wajar kan ya, namanya juga hutan pasti ada lah makhluk lain selain manusia. Wah jadi ingat nih saat aku nanjak Mt Panderman di Batu Malang. Rombongan kecil-ku juga pernah diikuti oleh makhluk lain. ððð
Aku tahunya saat istirahat, jumlah kami kok jadi genap ya? Tapi aku diam, cuma membathin… karena suasana gelap jadi hanya tampak bayangan saja. Pas mau jalan lagi tengah malam itu, satu “orang” menghilang diantara kami. Yuh raib entah kemana…
Cerita yang begini kadang menjadi bumbu dalam perjalanan nanjak. Tapi kok gak kapok ya? Hehe… Sama juga saat tahun 2012 pas nanjak ke Ijen, dalam tenda aku bisa melihat seorang cowok berbaju kotak warna kuning. Dia bukan bagian dari rombonganku, tapi dia ngecek 6 tenda yang ditempati teman-temanku. Semua kulihat dari dalam tenda yg notabene tak tembus pandang tapi kok aku bisa lihat ya? Setelah cari tahu ternyata cowok itu….Ah sudahlah…
Dan nanjak ke Mt Kembang kali ini, apa ada cerita aneh berbau mistis? Hmmm…Kasih tahu gak yaaa? …ððð
Nanjak Tanpa Summit
Nanjak kedua-ku ke Mt Kembang (2320 mdpl) di Wonosobo saat new normal. Sebelumnya aku nanjak ke Mt Penanggungan (1600an mdpl) di Mojokerto.
Menurutku kedua gunung tersebut meski tak sama ketinggiannya, tp trekingnya sama2 pedes kyk cabe rawit. Di Mt Penanggungan yg pelit bonus aku gak bisa sampai puncak krn kaki kram. Sedangkan di Mt Kembang gak bisa muncak krn terhadang badai. Jd sama-sama gak bisa summit. Hihi…
Tapi tak apa, yang penting bisa menikmati setiap proses perjuangan menuju ke sana. Pas ke Mt Kembang, aku dan sahabat Rainbow Moms nanjak diiringi hujan. Medan licin…dari jatuh, dlosor dan kepleset jadi camilan dlm perjalanan.
Alhamdulillah selamat pp melewati 6 pos yakni istana katak, kandang celeng, liliput, simpang 3, akar dan sabana. Sedang pos terakhir tanjakan mesra tak sempat dikunjungi karena badai.
Banyak yg bs diambil hikmahnya saat berada di gunung. Kekompakan dan rasa persahabatan diuji. Disitulah akan terlihat betapa kuatnya jalinan sebuah tim.
Dari Simpang 3, Pos Akar Hingga Sabana (8)
Lepas dari pos Liliput, aku dan beberapa sahabat RM masuk ke pos Simpang Tiga. Rimbunan hutan plus malam hari membuat kami kudu hati-hati. Sebab di pos ini ada jalur lain yang digunakan dulu untuk membuka jalur pendakian. Jangan sampai salah rute.
Berikutnya tiba di pos Akar sekitar pukul 21.00. Di jalur pendakian ini banyak sekali akar yang menjuntai dan yang nongol di atas tanah. Sehingga kalau tak hati-hati kaki bisa tersandung. Juga banyak lumut yang melekat di akar-akar pepohonan. Bahkan untuk nanjak harus menggunakan webing (tali).
Malam pun semakin larut. Aku merasa –sepertinya tanjakan tak ada habisnya. Sungguh selesai satu rintangan, napas belum teratur sudah disambut tanjakan berikutnya. Sampai terbersit dalam hati, duh kenapa harus terjebak dalam suasana begini? Mending bocan di rumah, haha… Ihh lebay ya…
Nah…Tepat seminggu lalu, pada jam sekarang (23.00 WIB) kami bergumul dengan hawa dingin dan jalan licin. Beberapa kali harus menahan beban diri saat harus nanjak. Tak terhitung berapa kali ndlosor, jatuh, terpeleset karena medan yang ekstrim.
Hampir semua sahabat RM tergelincir, tapi alhamdulillah tak ada yang fatal. Namun ada seorang sahabat RM yang mendadak menjerit-jerit dengan tangan tergenggam kencang. Sambil teriak ketakutan dan minta pulang. Segera teman seperjalanan memasak air untuk penghangat. Ada pula yang menenangkan hatinya sambil berdoa.
Mungkin karena kedinginan dan berhalusinasi. Tak lama semua bisa diatasi dan kami kembali melanjutkan perjalanan. Oya…dari rombongan kami ada yang jalan duluan. Sedang aku ada di bagian belakang.
Selanjutnya banyak keanehan-keanehan yang kami alami hingga pos Sabana. Di pos ini kami ngecamp diatas kemiringan tanah antara 20-40 derajat. Padahal biasanya yang namanya sabana itu tanah datar yang luas untuk pasang tenda.
Cerita selanjutnya di Sabana malam itu, wait yaa..